Diantara
kesibukan orang-orang yang ada di dalam rumah di sudut kota Amurang, sang anak
perempuan dari keluarga ini masih saja berselimut dan tak memperdulikan weker
yang berbunyi sejak sejam sebelumnya. Waktu menunjukkan pukul 06.30, tapi tak
ada tanda-tanda untuk Amanda bangun. Keadaan didalam rumah terasa begitu asing
untuknya sehingga membuat dia tidak ingin membuka matanya dan menikmati
indahnya pagi itu. Ayah yang sejak dua tahun yang lalu telah kembali ke
pencipta, mama yang sibuk untuk mencari nafkah, dan Manda yang sebenarnya tidak
ingin merasakan hidup ini jika selalu dirasa asing. Rumah yang dulu dipenuhi
canda tawa, kebersamaan dan kehangatan hilang sejak ayahnya meninggal.
Dari
lantai bawah mama Manda sedang bersiap untuk pergi ke kantor. “Manda.. Amanda..
kamu sudah bangun?” mamanya berteriak karena kamar Manda berada dilantai dua.
Tak ada jawaban yang terdengar membuat mamanya harus merelakan waktunya untuk
membangunkan anaknya.
Didepan
rumahnya dia terlihat cantik dan dewasa walaupun dengan seragam sekolahnya.
Tiba-tiba sebuah mobil sedan biru terparkir didepannya. Kaca terbuka dan
dilihatnya ternyata Brian yang siap dengan seragamnya untuk kesekolah. “ayo
masuk. Kamu tidak ingin terlambatkan?” kata Brian.
“hei,
ini mobil siapa yang kamu curi? Kata Amanda bercanda
“apaan
sih. Ini mobil baru aku. Kamu lupa ya, ini hadiah ulang tahun aku.” Jawab
Brian. Manda membuka masuk ke mobil dan duduk kursi samping Brian. “oh ini
mobil yang kamu banggakan? Biasa saja” kata Manda sambil tertawa meledek.
“tunggu saja sampai mobil ini aku modifikasi.” Jawab Brian sambil melaju dengan
mobil barunya. Di dalam mobil, mereka bercerita dan bercanda sampai tiba di
sekolah mereka. Mereka masuk kelas terpisah karena Manda kelas 3 B dan Brian kelas
3 A.
Bel
sekolah berbunyi pertanda jam pelajaran telah selesai. Seperti sepasang kekasih
mereka tidak pernah pisah kalau diluar kelas. Brian yang lebih dulu keluar
kelas menunggu Manda di depan ruang kelasnya. Saat istirahat mereka makan dan
berjalan bersama. Seperti sahabat atau kekasih yang tidak bisa lepas. Sampai
tak ada yang bisa dekat dengan salah satu dari mereka.
Brian terkenal dikalangan sekolah karena dia berprestasi, tampan, tidak sombong dan jago bermain gitar. Sedangkan sahabatnya Manda tidak kalah tenar, dia pintar di kelas, cantik walapun gayanya yang cuek membuat dia terlihat gadis yang tomboy dan juga kapten tim basket putri disekolahnya.
Brian terkenal dikalangan sekolah karena dia berprestasi, tampan, tidak sombong dan jago bermain gitar. Sedangkan sahabatnya Manda tidak kalah tenar, dia pintar di kelas, cantik walapun gayanya yang cuek membuat dia terlihat gadis yang tomboy dan juga kapten tim basket putri disekolahnya.
Setelah
bel pelajaran selesai mereka pulang bersama mengendarai mobil sedan biru milik
Brian. Hari itu terasa panjang bagi Manda karena harus tinggal di rumah yang
begitu sepi seperti dirinya. Tak seperti hari biasanya, kalau Manda menelepon
Brian, dia selalu menemani Manda. Namun hari itu Brian harus menemani mamanya
ke Manado. Tak disangka, Brian datang ke rumah Manda. Brian ingin menjemputnya.
“selalu begini, tidur dengan seragam sekolah. Ayo cepat bangun. Ikut aku. Kamu
nggak mau kesepiankan?” kata brian yang menarik Manda berdiri dari tempat
tidurnya. “maksudnya? Kamu kan mau ke Manado dengan tante Dian?” kata Manda.
“iya. Makanya kamu cepat siap-siap, ikut aku ke Manado dengan mama. Aku bilang
kamu sendiri di rumah, jadi kata mama kamu harus ikut” “aku tidak mau. Aku
tidur aja” “ya sudah. Kalau kamu ingin sendiri.” Kata Brian. “Oke aku ikut. Aku
tidak mau sendiri disini. Aku siap-siap dulu”. Setelah itu mereka meninggakan
rumah Manda dan menjemput mama Brian lalu ke Manado. Brian mengantar mamanya ke
tempat arisan dan mereka melanjutkan ke pusat perbelanjaan di Manado. Kalau
tidak ada Manda, pasti hari ini akan terasa bosan untuk Brian. Mereka sibuk
jalan-jalan dan melihat-lihat jika ada yang ingin dibeli. Mereka begitu dekat
dan serasi.
Setiap
hari mereka lebih dekat. Namun kedekatan itu sedik berkurang ketika Brian
bertemu dengan seorang cewek yang dijadikannya pacar. Mereka tidak lagi sedekat
dulu. Sampai teman-teman mereka piker bahwa terjadi perang dunia ke 3 antara
mereka berdua. Memang saling bagi perhatian tidak berkurang antara mereka
karena perhatian itu di salurkan melalui SMS atau BBM. Namun waktu berdua
mereka sangat berkurang. Dan itu membuat Amanda harus menata hidup barunya
tanpa Brian lagi sahabat kecilnya itu.
Untuk
menghilangkan rasa bosan dan sepi setelah pulang sekolah dia lebih sering
tinggal di sekolah, bermain ataupun mengajari adik kelasnya basket untuk
pertandingan bulan depan. Sedangkan Brian lebih sering bersama pacarnya yang
lebih tua dua tahun darinya dan sudah kuliah.
Amanda
jika di rumah hanya didalam kamarnya menyibukkan diri dengan fasilitas yang
diberikan orang tuanya. Saat itu manda dekat dengan beberapa pria yang
menunjukkan perhatiaan padanya. Sifat Manda yang cuek, kadang itulah yang
membuat pria jatuh cinta padanya.
Manda
mulai berkencan biasa dengan pria yang dekat dengannya. Lewat kencan itu ada
pria yang menyerah dengan Amanda, namun ada satu pria yang lebih tua dua tahun
darinya tetap ingin dekat dengan Manda. Hal itu membuat Manda merasa pria itu
spesial.
Albert
itulah pria spesial yang dekat dengan Manda, yang membuat dia merasa lebih
bahagia.
Saat akhir pekan, Albert main ke rumah dan bertemu dengan mamanya. Tak menyangka Albert adalah orang kedua yang dekat dengan mamanya setelah Brian.
Albert kuliah di Bandung. Di Manado dia hanya liburan dan menjunguk oma dan opanya. Albert sudah sangat dekat dengan Manda. Dan akhirnya mereka jadian.
Pagi itu, Albert menjemput Manda untuk ke sekolah. Didepan sekolah Manda turun dari mobilnya dari kejauhan Brian melihat Manda turun dari mobil orang yang tak dia kenal. Brian berjalan mendekat dan menegur Manda. “itu siapa?” kata Brian.
“itu pacar aku.” Jawab Manda, dari mobil Albert hanya memperhatikan mereka berdua. “sejak kapan? Kenapa kamu tidak pernah cerita dan kenalin.” Kata Brian dengan kesal. “sudah beberapa lama.” “sayang kesini dulu, aku mau kenalin kamu dengan teman aku” sambung Manda. Albert cepat-cepat keluar dan berkenalan dengan Brian. Manda menjelaskan siapa Brian kepada Albert begitupula dengan Albert dia jelaskan kepada Brian. Tampak wajah Brian tidak suka dengan pria yang kini menjadi orang terdekat dengan sahabatnya. Albert pulang dan mereka pergi ke kelas masing-masing. Seharian itu mereka berdua tidak saling melihat.
Saat akhir pekan, Albert main ke rumah dan bertemu dengan mamanya. Tak menyangka Albert adalah orang kedua yang dekat dengan mamanya setelah Brian.
Albert kuliah di Bandung. Di Manado dia hanya liburan dan menjunguk oma dan opanya. Albert sudah sangat dekat dengan Manda. Dan akhirnya mereka jadian.
Pagi itu, Albert menjemput Manda untuk ke sekolah. Didepan sekolah Manda turun dari mobilnya dari kejauhan Brian melihat Manda turun dari mobil orang yang tak dia kenal. Brian berjalan mendekat dan menegur Manda. “itu siapa?” kata Brian.
“itu pacar aku.” Jawab Manda, dari mobil Albert hanya memperhatikan mereka berdua. “sejak kapan? Kenapa kamu tidak pernah cerita dan kenalin.” Kata Brian dengan kesal. “sudah beberapa lama.” “sayang kesini dulu, aku mau kenalin kamu dengan teman aku” sambung Manda. Albert cepat-cepat keluar dan berkenalan dengan Brian. Manda menjelaskan siapa Brian kepada Albert begitupula dengan Albert dia jelaskan kepada Brian. Tampak wajah Brian tidak suka dengan pria yang kini menjadi orang terdekat dengan sahabatnya. Albert pulang dan mereka pergi ke kelas masing-masing. Seharian itu mereka berdua tidak saling melihat.
Manda
mengeraskan hatinya untuk menegur Brian lebih dulu, begitu pula dengan Brian.
Persahabatan itu seakan sudah sangat hancur, tak ada kisah indah lagi yang
mereka ukir bersama. Ada kesepian dan rindu dihati mereka masing-masing, tapi
keegoisan yang tertanam dalam hati kedua sahabat ini lebih besar sehingga
mereka enggan bertegur sapa.
Hari
ini Manda diperlakukan khusus oleh Albert. Pulang sekolah kali ini Albert
menjemput Manda didepan sekolahnya. Menggunakan Kaos putih yang melekat
ditubuhnya menunjukkan kegagahannya, bukan hanya itu celana panjang biru, dan
kacamata yang digunakan Albert, membuat setiap wanita yang melihatnya
terpesona. Senyuman yang dilemparkan bagi setiap wanita yang dilewatinya
membuat wanita jatuh cinta. Albert terlihat sangat tampan, gagah dan bergaya.
Manda
berencana hari itu pulang terlambat karena ada latihan basket. Di lapangan
diapun terlihat gagah dengan kostum basketnya, dengan mahir dia memainkan bola
besar itu dan dimasukkan kedalam ring dengan sempurna, padahal siang itu
matahari terasa begitu panas dan bisa membuat kulit hangus benar. Dari kejauhan
Albert memperhatikan dengan saksama setiap gerakan yang dibuat Manada. Kadang
Albert harus tertawa karena hal-hal tertentu dari setiap gerakan yang dibuat
Manda. Disudat yang lain, Brian juga memperhatikan Manda yang sedang sibuk
dengan bola besar itu. Dari sisi hatinya dia merasa kehilangan sosok
sahabatnya, namun dipikirannya dia menyugesti Mandalah yang salah selama ini.
Terjadi peperangan antara hati dan pikirannya. Dia tak bisa berpikir untuk
sebuah keputusan yang membuat problema hatinya berakhir.
Akhirnya
sebuah keputusan diambilnnya. Dia ingin mendekati Manda, dan membicarakan
setiap masalah bersama. Ragu sebenarnya dihatinya, namun dia mencoba melangkah
dan menyakinkan dirinya sendiri untuk bertemu sahabatnya. Tiba-tiba ada sosok
yang dikenalnya belum lama ini mendekati sahabatnya. Langkahnya terhenti dan
amarah menyelimuti seluruh hati dan pikirannya. Cinta itu seketika berakhir
diganti kekecewaan yang mendalam.
Di lapangan dibawah terik matahari, Albert yang tidak tahan melihat pacarnya harus berpanas-panasan, membawa sebotol air dan handuk kecil untuk mengusap keringat Manda. “Albert sejak kapan kamu disini? Kenapa tidak telepon Manda dulu?” kata Manda. “untuk apa Albert telepon, akukan kangen pacar aku? Sudahlah diam. Ini cepat minum Manda” jawab Albert. Sementara Amanda minum, Albert dengan lembutnya mengusap keringat manda dengan handuk kecil yang dibawahnya. Kejadian menyakitkan hati Brian itu membuat dia lebih membenci sahabatnya. Dia pergi secepat mungkin dari sekolah.
Di lapangan dibawah terik matahari, Albert yang tidak tahan melihat pacarnya harus berpanas-panasan, membawa sebotol air dan handuk kecil untuk mengusap keringat Manda. “Albert sejak kapan kamu disini? Kenapa tidak telepon Manda dulu?” kata Manda. “untuk apa Albert telepon, akukan kangen pacar aku? Sudahlah diam. Ini cepat minum Manda” jawab Albert. Sementara Amanda minum, Albert dengan lembutnya mengusap keringat manda dengan handuk kecil yang dibawahnya. Kejadian menyakitkan hati Brian itu membuat dia lebih membenci sahabatnya. Dia pergi secepat mungkin dari sekolah.
Hati
Amanda lebih meluluh pada sosok pria yang kini dimiliki sebagai pacarnya.
“sayang, kita jalan ya hari ini. Albert sudah minta izin pada tante Angely,
Manda boleh jalan sama aku.” Kata Albert “kita mau kemana? Pakaian manda
begini.” Kata Manda “nggak apa-apa. Kalau kamu nyaman seperti itu, tidak
masalah buat aku.”
“aku tidak nyaman, Albert. Kamu kan orangnya usil, aku harus ganti pakaian. Albert sudah sekeren ini, tidak mungkin pacarnya bergaya kacau begini.” Kata Manda. Hal itu membuat Albert tertawa dan memanjakan Manda dengan mengelus-elus rambutnya.
“aku tidak nyaman, Albert. Kamu kan orangnya usil, aku harus ganti pakaian. Albert sudah sekeren ini, tidak mungkin pacarnya bergaya kacau begini.” Kata Manda. Hal itu membuat Albert tertawa dan memanjakan Manda dengan mengelus-elus rambutnya.
Sikap
itu sudah lama tidak dirasakannya. Terakhir kali saat bersama Brian, karena
Brian selalu melakukan hal itu.
Didalam
mobil, terlihat kedekatan mereka senyuman tergambar di wajah keduanya. Manda
masih bingung mereka akan kemana. Tiba-tiba telepon seluler Manda bordering,
dilayar tertulis Brian. Brian menelepon untuk mengajak bertemu. Tapi
disayangkan Manda tidak bisa karena sedang bersama Albert.
Mereka
berhenti disebuah rumah putih bertingkat disalah satu perumahan mewah di
Manado. Manda bertanya rumah siapa ini. Namun tidak ada yang dikeluarkan
pacarnya, hanya senyuman dan isyarat untuk ikut bersamanya. Dibukanya pintu
gerbang dan mereka masuk, tanpa permisi Albert langsung masuk kerumah itu
seakan dia tahu benar pemilik rumah itu.
Dari arah ruang keluarga keluar seorang nenek yang tersenyum melihat kedatangan mereka. Dari raut wajahnya dia sedang menanti kehadiran mereka. “Albert sudah tiba, oma.” Kata Albert yang berjalan menuju arah nenek lalu mencium pipi neneknya. “oma ini Amanda, pacar aku yang sering aku ceritakan” kata Albert “Manda kesini, salamin oma” lanjut Albert “Amanda, oma.” Kata Amanda sambil memberi salam dan nenek mencium pipinya.
Dari arah ruang keluarga keluar seorang nenek yang tersenyum melihat kedatangan mereka. Dari raut wajahnya dia sedang menanti kehadiran mereka. “Albert sudah tiba, oma.” Kata Albert yang berjalan menuju arah nenek lalu mencium pipi neneknya. “oma ini Amanda, pacar aku yang sering aku ceritakan” kata Albert “Manda kesini, salamin oma” lanjut Albert “Amanda, oma.” Kata Amanda sambil memberi salam dan nenek mencium pipinya.
Albert,
Amanda dan neneknya menuju ruang makan, disana telah ditunggu oleh kakek
Albert. Seperti pertemuan pertama dengan nenek, begitu pula yang dilakukan
Amanda saat bertemu kakek Albert. Selayaknya seorang cucu sendiri, mereka
memperlakukan Amanda sangat baik. Mereka begitu peduli dan memperhatikan
Amanda, begitu pula dengan Amanda. Sehingga mereka dapat menciptakan suasana
yang baik dan hangat saat pertemuan pertama itu dan prtemuan selanjutnya.
Tibalah
hari dimana Albert harus kembali ke Bandung karena hari liburan sudah selesai,
tugasnya di salah satu kampus ternama di Indonesia sebagai mahasiswa menanti.
Tidak
ingin rasanya berpisah dari kebersamaan yang diciptakan pasangan ini. Namun hal
itu harus terjadi untuk cita-cita Albert.
Albert
memilih untuk kembali ke Bandung hari Minggu, sehingga Amanda punya waktu
bersama dia sehari sebelum keberangkatannya. Hari sabtu itu, Albert rela
menunggu Amanda di sekolahnya untuk menjemput dia. Bel berbunyi pertanda
pelajaran berakhir. Amanda secepat mungkin menuju halaman sekolah karena dia
tahu bahwa Albert telah menunggu dia. Tanpa diketahuinya, Brian melihat Manda
yang berlari menjadi penasaran dan mengikutinya.
Di
halaman sekolah. Amanda telah di tunggu Albert. Keduanya berpelukan dan Albert
mencium dahi Amanda. Peristiwa itu terekam jelas oleh Brian dan membuat dia tak
ingin menjadi sahabat Amanda lagi. Dipikirnya Amanda tidak punya waktu untuk
bersama dengannya, dan menjadi egois. Hal itu membuat lebih jauh dari
persahabatan mereka.
Mereka
melaju dengan mobil Albert menuju Manado, mereka bersama seharian, berbagi
cinta, canda, tawa, cerita, dan mengukir janji. Kadang mereka menjadi
kekanak-kanakkan karena berlari-larian kecil di pusat perbelanjaan dan dilihat
orang lain. Sikap yang tak pernah diperlihatkan Manda akhirnya ditunjukkan
dihadapan Albert. Dia menjadi sangat manja sehari sebelum keberangkatan
pacarnya. Dia sering merengek jika permintaannya tidak dikabulkan atau kejailan
Albert. “Manda, besok aku pulang. Manda tidak boleh nakal. Aku percaya kamu,
tolong jaga ya.” kata Albert
“aku
bukan orang yang suka dengan kata janji, tapi aku akan berusahan untuk menjaga
hubungan kita. Kamu jangan pernah mencoba untuk menyakiti aku.” Kata Manda
“kita
saling percaya, tapi kalau kamu ingin cemburu, tidak apa-apa. Karena akukan
ganteng, banyak yang mengagumiku.” kata Albert hanya melirik dan tersenyum
kecil kearah Amanda
“apaan
sih. Awas kalau kamu nakal ya.” kata Manda.
“iya
sayang. Jagain oma dan opa aku ya. awas kalau mereka sakit lalu kamu tidak
mengurus mereka.” Kata Albert yang lagi-lagi bercanda dan diikuti tawa dari
mereka berdua
Hari
itu Albert berangkat, Amanda mengantar sampai ke bandara. Perpisahan itu tidak
diiringi dengan tangis, karena mereka harus menjadi kuat. dan mereka yakin ini
bukanlah perpisahan.
Manda
menjalani hari-hari seperti biasanya namun tak bersama Albert lagi.
Beberapa
bulan berlalu, Amanda masih menjalin hubungan jarak jauh dengan Albert sejalan
dengan bulan yang berlalu. Waktu berlalu begitu cepat terasa. Sehingga tiba
saatnya bulan dimana Manda harus mengikuti ujian nasional. Manda harus belajar
lebih giat lagi untuk lulus dengan hasil yang diharapkan. Albert memahami
situasi itu, dn tidak melakukan banyak komunikasi dengan Amanda. Dia memberikan
semangat dan doa untuk pacaranya di Manado.
Ulangan
atau ujian sebelum-sebelumnya, Amanda selalu belajar bersama Brian. Sehingga
membuat kedua orang tua mereka terheran-heran kenapa sikap mereka seperti itu.
Namun orang tua mereka tidak berani untuk mencampuri segala urusan mereka.
Seminggu
sebelum ujian, tampa sengajah Amanda bertemu Brian. Mereka saling bertatapan,
dan beradu tatapan. Seakan tatapan itu menjelaskan semuanya.
Mereka
memutuskan untuk duduk dan bercerita segala yang terjadi antara mereka. Adu
mulut terjadi, namun kesakitan itu dikeluarkan semuanya, dan sedikit demi
sedikit kekerasan hati mereka mulai luluh. Akhirnya mereka mulai mendapatkan
akhir dari permasalahan dan gejolak hati mereka.
Brian
sempat mengutarakan perasaannya ketika marahan dengan Manda. Begitu juga dengan
Manda. Dan perasaan itu ternyata rasa saling mengagumi atau mencintai. Tapi
mereka memutuskan untuk tetap bersahabat, dan perasaan itu dibiarkan tertanam
di hati masing-masing namun berubah menjadi perasaan terhadap sahabat.
Keputusan itu, hanya diterima sedikit oleh Brian. Karena perasaannya belum bisa
berubah secepat itu.
Sejak
saat itu mereka kembali jalan bersama, seperti sedia kala. Seminggu itu, mereka
belajar bersama. Hari demi hari berlalu, kedekatan mereka kembali. Tibalah hari
dimana mereka harus menghadapi ujian nasional. Saling memberi kekuatan dan
semangat. Tidak lupa juga Albert selalu mendukung Manda, dan dia senang ketika
Amanda dan Brian kembali dekat.
Empat
hari ujian mereka sanggup lewati, kini berdebar hati mereka untuk menunggu
hasil ujian. Sempat mereka mengikuti beberapa tes Universitas bersama. Namun
cita-cita Amanda mengharuskan dia harus kuliah ditempat paarnya di Bandung.
Sedangkan Brian mendapat beasiswa keluar negeri yang sebenarnya Amanda juga mendapat beasiswa yang sama.
Sedangkan Brian mendapat beasiswa keluar negeri yang sebenarnya Amanda juga mendapat beasiswa yang sama.
Ketika
mengetahui Amanda lebih memilih kuliah di Bandung dibandingkan dengannya di
luar negeri. Hati Brian seketika sakit. Dia tak ingin berakhir seperti dulu.
Sehingga dia membiarkan sakit itu dirasa sendiri. Dia pikir masih banyak waktu
untuk mereka bersama sehingga mengobati hatinya yang hancur.
Sebelum
kesibukan masuk kuliah, Amanda dan Brian menghabiskan waktu bersama,
jalan-jalan, pergi ke suatu tempat didalam kota atau diluar kota. Kebersamaan
itu mereka manfaatkan dan abadikan dalam foto-foto. Terlukis diwajah keduanya,
mereka saling menyayangi dan tak bisa saling melupakan dari lemparan senyuman
yang di alamatkan untuk salah satu dari mereka dan tatapan yang menyatakan tak
ingin berpisah.
“kamu
serius tidak ingin pergi ke luar negeri bersama aku? Disana kamu bisa belajar
dan menggapai cita-citamu lebih dari di Indonesia. Kamu bisa terus bersama aku, tidak harus
terpisah seperti dulu atau sekarang ini.” Kata Brian
“jangan
buat aku jadi ragu dengan keputusanku. Aku ingin kuliah di luar bersama kamu.
Tapi aku tidak bisa meninggalkan mama, dan kamu tahu aku tidak bisa tanpa
Albert.” Kata Amanda
“kenapa
harus Albert? Sekarang dia yang segalanya. Aku bukan siapa-siapa.” Kata Brian
dengan nada keras
“bukan
seperti itu. Aku harus adil. Kita telah bersama sejak dulu. Tolong kamu
mengerti.” Kata Manda
“kamu
ingin aku mengerti. Tapi kamu tidak mengerti aku. Sekarang, pertama bukan
segalanya.” Kata Brian
“Brian,
tolong jangan bertingkah kekanak-kanakkan. Jangan membuat kebersamaan ini
hancur karena keegoisan kamu.” Kata Manda
“oke.
Aku yang egois. Kita pulang sekarang. Aku tidak ingin berbantah dengan kamu.”
Kata Brian
Mereka
pulang dengan suasana bisu didalam mobil.
Sampai
hari keberangkatan, mereka tidak pernah bertemu. Hanya karena jadwal
penerbangan sama, maka mereka harus berangkat bersama.
“maaf
kalau aku marah waktu lalu. Aku hanya tidak suka kamu lebih mementingkan dia.
Walaupun dia itu pacarmu.” Kata Brian
“iya.
Aku juga tahu aku salah. Aku minta maaf.” Kata Amanda lalau mereka pelukan.
Tujuan
mereka sama ke Jakarta lalu ke tujuan masing-masing.
Di
bandara di Jakarta, Albert telah menunggu Manda.
Masih
didalam pesawat Brian dan Amanda, banyak bercerita dan berjanji untuk
persahabatan mereka.
Air
mata meleleh dari mata Manda yang cantik dan kesedihan yang amat besar
tergambar di wajah Brian.
Saat
mereka harus keluar dari pesawat, mata Manda tertuju kepada pria yang dicintai
yang setia menunggunya. Mereka berjalan menuju Albert. Amanda langsung dipeluk
Albert dan diciumnya di dahinya. Kejadian menyakitkan hati brian itu terpaksa
harus dilihatnya, senyuman kecil keluar dari mulitnya. Brian harus tersenyum
walaupun sakit yang dirasa.
“oh
iya, aku harus pergi. Manda, kamu harus hati-hati, jaga kesehatan kamu, jangan
lupa kalau ada apa-apa hubungi aku, harus rajin, jangan nakal.” Kata Brian
sambil memegang bahu Amanda.
“siap
bos.” Manda seakan menyakini sahabatnya
“Albert
aku pergi. Kamu harus menjaga Manda baik-baik.” Brian berjalan menjauh dari
mereka diiringi lambaian tangan. Hampir setengan perjalanannya Manda mengejar
Brian dan memeluknya, setelah beberapa lama mereka pelukkan, “aku menyayangi
dan mencintai kamu, mungkin lebih dari sahabat.” Mengakhiri perkataan Brian, dia
melepaskan pelukan manda yang sudah meneteskan air mata.
Persahabatan
sejak kecil itu seakan berakhir bersama perpisahan sahabat kecil itu. Kehidupan
harus memilih. Persahabatan dan percintaan adalah bagian dari kehidupan.
TAMAT
Biodata Penulis
“If they don’t laugh at you and
your dream, your dream ain’t big enough! Dream, believe and make it happen.”
Tempat Tanggal Lahir :
Manado, 29 November 1996
Alamat :
Kel. Ranoiapo, Kec. Amurang
Sekolah : SMA
Kristen 2 Binsus Tomohon
Kelas :
XII IPA 1