Lumba-Lumba Lebih Baik di Tempat
Penangkaran Daripada di Habitat Asli
by Florence Umpel
SMA Kristen 2 Binsus Tomohon-2014
Suatu
pemandangan yang indah jika melihat lumba-lumba berenang di lautan bebas. Hewan
ini salah satu mamalia yang cerdas. Sistem alamiah yang melengkapi tubuhnya
sangat kompleks, membuat banyak teknologi terinspirasi dari hewan ini. Misalnya
kulit lumba-lumba yang mampu memperkecil gesekan air sehingga lumba-lumba dapat
berenang dengan hambatan air yang sedikit. Sehingga para perenang merancang
baju renang mirip kulit lumba-lumba. Ada juga sebuah sistem yang digunakan
unutk berkomunikasi dan menerima rangsang yang dinamakan sonar. Sistem ini
membuat lumba-lumba bisa menghindar dari benda-benda asing yang ada di depan
mereka sehingga menghindari benturan. Sistem itupun digunakan dalam pembuatan
radar kapal selam.
Lumba-lumba hidup di laut dan sungai di
seluruh dunia. Mereka adalah binatang menyusui. Lumba-lumba tergolong dalam
kingdom Animalia, filum chordate, dengan kelas mammalia, ordonya cetacea, upaordo odontoceti,
serta family Delphinidae. Ada 40
lebih jenis lumba-lumba.
Kecerdasan lumba-lumba membuat mereka bisa menolong manusia.
Bahkan jika mereka sudah terlatih, lingkaran api bisa mereka terobos. Namun
lumba-lumba liar belum bisa melakukan atraksi, lumba-lumba yang terlatih yang
bisa melakukan banyak atraksi.
Kecerdasan ini bisa di manfaatkan dengan baik, namun ada juga yang
menyalahgunakannya. Lumba-lumba yang seharusnya hidup di habitat mereka, tetapi
sekarang banyak tempat penangkaran yang memelihara lumba-lumba dan
memanfaatkannya untuk tujuan pariwisata.
Apakah kalian sudah pernah menonton sirkus lumba-lumba? Kalau aku
ingin melihat atraksinya bukan di sirkus kolam yang menjebak hewan ini,
melainkan akan lebih menarik dan menantang untuk melihat langsung aksinya di
lautan lepas karena disitulah tempat asalnya. Lumba-lumba bukan berasal dari
penangkaran melainkan dari laut lalu di tangkap oleh orang-orang yang hanya
mementingkan kehidupan mereka.
Hewan cerdas ini dipaksa untuk masuk kedalam jala lalu di bawa ke
tempat penangkaran, dilatih, lalu di jadikan hewan sirkus atau diperjual
belikan untuk menghasilkan keuntungan yang besar bagi manusia.
Cara
manusia yang akan menangkap hewan ini misalnya, jala dilepas melalui kapal-kapal
nelayan, selanjutnya ada yang ditugaskan untuk memunculkan suara bising,
sehingga lumba-lumba masuk ke perangkap mereka untuk digiring ke teluk.
Kepekaan terhadap suara, sehingga mereka berenang secepat mungkin untuk
menghindari kapal. Namun karena jala itu mereka kesusahan untuk berenang ke
laut lepas. Selanjutnya masing-masing lumba-lumba di periksa satu persatu, di
seret dan dipaksa masuk ke kolam penangkaran untuk menjadi hewan sirkus.
Belum lagi jika pemindahan tempat dari laut ke penangkaran harus
menggunakan pesawat. Tekanan yang tinggi dari pesawat bisa mengakibatkan
kematian bagi lumba-lumba, karena lumba-lumba memiliki pendengaran yang jauh
dari pendengaran manusia. Lumba-lumba akan stress jika mengalami tekanan tinggi
suara.
Ketika
hewan lucu ini dikirim, mereka mengolesinya dengan mentega dan di bungkus
dengan kain basa. Tujuannya untuk melembabkan tubuh mamalia pintar ini. Betapa
kasihannya lumba-lumba jika diperlakukan seperti itu.
Lebih
dari itu, jika lumba-lumba bisa selamat dari ketersiksaannya dalam proses
pengiriman, lumba-lumba akan di pelihara di kolam. Tingkat lumba-lumba akan
mengalami stress akan lebih besar ataupun terancam meninggal karena hal itu.
Dalam kolam bisa terjadi infeksi bakteri, bahkan banyak suara yang mengganggu. Ataupun
lumba-lumba yang biasa berenang hingga 40 mil perhari, namun sekarang di
perkecil dengan ukuran kolam yang tidak lebih besar dari habitat aslinya. Hal
itu menyebabkan keterbatasan untuk berenang dan memperkecil waktu kehidupan
lumba-lumba. Bisanya hidup sampai 5 tahun, tapi jika di penangkaran bisa hanya
5 tahun.
Disayangkan
jika hal itu terjadi, karena lumba-lumba akan terancam punah. Ric Barry
O’Feldman yang lebih di kenal dengan nama Ric O’Barry yang adalah mantan
pelatih lumba-lumba untuk film Hollywood mengatakan bahwa penangkaran bukan
jawaban terbaik dari kelangsungan hidup lumba-lumba. “Anda harus melihat mereka
(lumba-lumba) di alam untuk mengerti bahwa penangkaran bukanlah jawabannya.”
Kata O’Baary dalam diskusi “Wildlife
Protection Series – Dolphins.” Di Jakarta, Selasa (5/2).
Di
lautan lepas, lumba-lumba berenang hingga berkilo-kilo meter, bersosialisasi
dan menjelajah, namun dalam wadah sirkus ataupun taman hiburan, mereka akan
menjadi stress dan berusia pendek, seperti yang sudah dijelaskan diatas. Fisik
mereka akan rusak karena klorin membakar mata dan kulit mereka. Kondisinya akan
lebih baik jika di habitat asli di bandingkan di kolam penangkaran, karena
sistem kekebalan tubuhnya akan menurun. Bahkan untuk melakukan penelitian
terhadap lumba-lumba bukan saat mereka berada di kolam, tapi data akan lebih
valid jika dilakukan di alam bebas.
Kita
harus menjadi pintar dan jangan menyalah artikan tampang lumba-lumba yang
selalu tersenyum dan ceria karena tidak semua tampang yang ditunjukkan benar-benar
apa yang mereka rasakan. Kecerdasan lumb-lumba membuat mereka bisa merasakan
sesuatu yang tidak sesuai dengan keinginan mereka.
Menurut
Bossart et al. (2001) lumba-lumba
laut Atlantik memiliki jumlah eritrosit 2,9-5,4 juta/mm3,
kadar
hemoglobin 12,4-15,4g% dan nilai hematocrit 36,2-51%. Jika dibandingkan dengan data itu,
lumba-lumba di perairan Laut Jawa sebelum penangkaran masih berada di range
yang sama. Setelah di taruh dalam penangkaran, lumba-lumba memiliki jumlah
eritrosit, kadar hemoglobin dan nilai hematocrit yang lebih tinggi jika
dibandingakan dengan data itu.
Jika
saja lumba-lumba bisa berbicara kepada manusia, pasti dia telah mengatakan
betapa tersiksanya dia dengan perlakuan manusia yang hanya mementingkan
kehidupan mereka. Kalaupun lumba-lumba harus berada di penangkaran itu karena
mereka sedang sakit atau terluka, tapi setelah sembuh harus di lepaskan lagi ke
laut.
Di
kolam mereka hidup bertahun-tahun seperti halnya di penjara. Kebebasan mereka
di tahan untuk beberapa waktu lamanya. Jika manusia kebebasannya di kekang, itu
melanggar HAM dan kedaulatan Allah. Seharusnya lumba-lumba juga harus diberikan
hak untuk hidup bebas, karena mereka juga hewan ciptaan Tuhan Allah.
Di Indonesia,
Undang-undang yang melindungi Lumba-lumba adalah Undang-undang Nomor 5 tahun
1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan diikuti
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis
Tumbuhan dan Satwa, dimana didalam lampirannya ditegaskan bahwa Lumba-lumba adalah
mamalia laut yang dilindungi oleh Undang-undang.
Surat Keputusan Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No. S.297/IV-KKH/2013, tanggal 19 Juni
2013, tentang peningkatan pengelolaan Lumba-lumba yang intinya peragaan
Lumba-lumba tidak dilakukan, sebatas hanya menjadi lembaran surat. Sirkus
keliling Lumba-lumba tetap beroperasi di beberapa kota-kota besar dan bahkan
meluncurkan program baru di penghujung tahun dengan bis keliling satwa
Lumba-lumba ini harus segera disikapi.
Untuk
melihat betapa hebatnya Allah lewat lumba-lumba lebih baik melihat itu secara
alami di laut bebas, ketika mereka bersenang-senang dengan kawanan mereka atau
manusia sendiri, hal itu akan lebih indah dan menyenangkan. Tak ada stress
ataupun tekanan pada lumba-lumba. Kita pun akan terasa lebih terhibur dengan
hal itu.
Mungkin
para pembuat penangkaran lumba-lumba tetap pada pendapat mereka tentang
lumba-lumba di tempat mereka daripada di lautan bebas. Hal itu karena sikap
kemanusiaan mereka misalnya keegoisan mereka muncul. Padahal tidak seharusnya
mereka ditempat yang tidak semestinya.
Jangan
sampai hewan yang cerdas, baik, lucu dan unik ini dibiarkan stress terus
menerus sehingga berusia pendek dan mengakibatkan kepunahan. Berhentilah untuk
menjadikan lumba-lumba sebagai hewan sirkus. Keluarkan mereka dari kolam dan
lepaskan ke tempat yang semestinya, agar raut muka mereka yang selalu ceria
benar-benar menggambarkan keceriaan mereka. Dan berhentilah berprilaku seperti
manusia yang tidak memiliki pengetahuan, dan akal budi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar