Nama : Florence Filly Umpel
NPP : 25.1175
Kelas : A-2
Institut Pemerintahan Dalam Negeri
Kampus Kalimantan Barat
MIMPI
SEORANG AKADEMISI :
DIKHOTOMI
KEKERASAN DAN HUMANIS DI KAMPUS IPDN
Oleh: Dr. Erdi, M.Si
Re-telling
Tulisan ini berjudul “Mimpi Seorang
Akademisi: Dikhotomi kekerasan
dan humanis di kampus IPDN” yang ditulis oleh Dr. Erdi,
M.Si, dipublikasikan di www.academia.edu dan
diakses pada 10 Maret 2016 pukul 11.13 WIB. Dalam artikel ini Dr. Erdi mencoba
menjelaskan tentang lembaga tinggi kepamong prajaan yang telah ada di beberapa
daerah yang tersebar di Nusantara guna memenuhi kebutuhan dalam tenaga kepamong
prajaan. Dulunya kampus yang menyediakan tenaga pamong ini hanya berpusat di
Jatinangor, Sumedang. Kini IPDN telah menyebar kesemua daerah di Indonesia (di
Riau, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara,
dan Papua). Keberadaan IPDN di Kalimantan Barat merupakan kebanggaan tersendiri
bagi pemerintah dan masyarakat. IPDN merupakan salah satu kampus dengan model
ikatan Dinas yang paling diminati oleh masyarakat pada umumnya bukan hanya di
beberapa daerah tapi seantero Indonesia. Beberapa tahun terakhir penerimaan
calon praja diikuti oleh puluhan ribu orang namun yang diterimakurang lebih
2500 praja. Tahun 2015 ini terjadi penurunan sejumlah calon praja disebabkan
IPDN masih dianggap sebagai kampus yang tidak berkemanusiaan dikarenakan masih
terdapat kekerasan dalam lingkungan pendidikan. Hal ini bisa dilihat pada
November 2015, IPDN telah memberhentikn 5 orang praja yang dianggap melakukan
pemukulan terhadap taruna Akademi Militer. Kasus ini memicu terjadinya
penurunan sejumlah calon praja, bahkan berdampak pada pandangan masyarakat
tentang IPDN. Basuki Tjahaja Purnama yang disebut
Ahok sebagai Gubernur IPDN berpendapat bahwa lebih baik IPDN dibubarkan. Para
pejabat IPDN pun menyikapi hal ini sebagai sebuah kesempatan untuk membenahi
sistem untuk lebih baik dan membuktikan IPDN bukan kampus kekerasan. Bagi Dr.
Erdi IPDN harus tetap dipertahankan sebagai lembaga tinggi kepamong prajaan.
Dengan beberapa alasan yang mendukung, seperti lulusan IPDN yang nantinya jadi
PNS merupakan dambaan bagi semua orang, lulusan
yang siap sedia, antara teori dan praktek berbanding lurus sehingga
dapat bersaing dan memenuhi keinginan pengguna. Bukan hanya itu, fisik yang
sehat merupakan penunjang karena terus di gembleng. Selanjutnya aktivitas yang
diatur selama 24 jam dilakukan dibawah pengawasan pengasuh sehingga dapat
membentuk kedisiplinan bagi praja. Kehidupan yang hanya didalam kampus dan
asrama dengan sistem begitu ketat akan melahirkan Praja yang memiliki hati
tangguh. Yang paling utama lulusan IPDN memahami dengan cukup tentang
pemerintah, siap bekerja, di hormati dan siap mengabdi bagi bangsa dan tanah
air. Praja yang hampir mencapai 10 ribu ini, dari begitu banyak jumlah praja
hanya kurang lebih dari 5% yang melakukan tindakan indisipliner. Kelemahannya
terdapat pada sistem yang susah diubah. Tulisan ini mengungkapkan berbagai
permasalahan keberadaan kampus IPDN, penurunan penerimaan calon praja,
pandangan masyarakat terhadap IPDN, alasan untuk tetap mempertahankan IPDN,
bahkan sistem yang dijalankan dalam lembaga ini.
Tanggapan
Dalam tulisan ini disajikan data
bahwa terjadi penurunan penerimaan sejumlah calon praja IPDN. Sekolah yang
merupakan lembaga tinggi kepamong prajaan ini adalah salah satu sekolah dengan
ikatan dinas yang paling diminati oleh seluruh masyarakat Indonesia. Keberadaan
IPDN di beberapa daerah di Indonesia (Riau, Sumatera Barat, Kalimantan Barat,
NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Papua) adalah sebuah kebanggaan
tersendiri bagi daerah-daerah tersebut. Kampus yang sebenarnya memiliki hampir
8 ribu praja ini adalah kampus yang bisa dikatakan besar, makanya sistem yang
ada didalamnya yaitu kumpul, sebar, kumpul, sehingga tidak terjadi penumpukan
di kampus pusat Jatinangor, Sumedang, melainkan disebar di kampus-kampus daerah
tersebut. Tahun 2015 terjadi penurunan penerimaan bagi calon praja IPDN
disebabkan karena adanya kasus pemukulan terhadap taruna Akademi Militer di
kampus Jatinangor, yang pada saat itu sedang diadakan kunjungan taruna, dengan
IPDN sebagai tuan rumah. Kejadian ini membuat 5 orang praja yang dianggap
bersalah karena oleh pihak korban melaporkan bahwa telah terjadinya kasus
pemukulan. Kasus ini memberikan dampak yang cukup besar bagi hubungan IPDN
dengan Akademi Militer lainnya. Karena dikabarkan bahwa tidak akan ada lagi
kunjungan taruna seperti itu dan juga Latsitarda bagi praja dan taruna akan
ditiadakan, tapi kenyataannya tidak. Hubungan itu mulai dibangun lagi sehingga
kegiatan-kegiatan yang mempertemukan praja dan taruna masih tetap dilakukan.
Walaupun hal itu baik, tapi yang tidak membaik yaitu penerimaan calon praja
yang tetap di kurangi. Pada tahun 2014 penerimaan praja juga diturunkan menjadi
1600 dan yang diterima 1400-an praja, dari tahun-tahun sebelumnya yaitu 2500
lebih. Namun yang membuat masyarakat kaget bukan kepalang penerimaan tahun 2015
hampir 50% dari yang sebelumnya, yaitu sejumlah 900 dan diterima hanya 700.
Dari kasus pemukulan praja terhadap taruna AKMIL ini memberikan
pandangan-pandangan yang berbeda bagi masyarakat Indonesia. Datang dari kepala
daerah Provinsi DKI Jakarta, Ahok. Beliau berpendapat bahwa IPDN seharusnya
dibubarkan. Alasan Ahok berpendapat seperti itu bukan karena kasus pemukulan
tetapi karena ada oknum lulusan IPDN yang bersikap kurang baik. Namun karena
bertepatan dengan kasus ini maka dikaitkan. Terlepas dari keinginan masyarakat
untuk membubarkan IPDN, ada pendapat yang berbanding terbalik. Yaitu datang
dari pengajar di IPDN kampus Kalimantan Barat, Dr. Erdi, M.Si, beliau
menyayangkan apabila IPDN harus dibubarkan, karena bagi beliau IPDN harus
dipertahankan bukan hanya karena menyediakan lulusan di bagian kepamong prajaan
tapi juga karena memang layak untuk diperthankan karena memiliki sikap, mental,
fisik yang baik, siap sedia, digembleng dengan sistem yang ketat, menghargai
dan menghormati bahkan siap mengabdi bagi negara, bangsa dan tanah air
Indonesia. Bagitu banya alasan untuk mempertahankan keeksisan IPDN sebagai
lembaga tinggi kepamong prajaan di Indonesia dibandingkan dengan hanya beberapa
alasan untuk membubarkan IPDN. Kesalahan yang ada saat ini bukan hanya pada
lembaga, namun sistem yang dijalankan lembaga ini. Yaitu sistem pembinaan
senior kepada junior yang lebih dominan. IPDN saat ini sedang berusaha untuk
merubah paradigma bahwa senior harus melakukan pembinaan terhadap junior dengan
kekerasan. Maka dari itu IPDN sendiri telah berusaha untuk merubah
paradigm-paradigma yang berkembang sejak dulu yang mengiyakan pembinaan dengan
kekerasan. Walau demikian, paradigma lembaga telah berubah tapi paradigma di
kalangan praja (senior dan junior) mungkin tidak semuanya berubah. Kadang kala
pada posisi senior yang pernah merasakan ketidak adilan walau dalam konteks
pembinaan, ingin memberikan pembinaan yang sama atau lebih kepada juniornya.
Maka keadaan untuk merubah paradigma harus dimulai dari lembaga kepada praja
dan dari praja ke praja sehingga tidak akan terjadi kesalahan yang sama.
Kedekatan antara tingkatan yang lebih tinggih dan lebih rendah bukan tentang
senior dan junior melainkan antara kakak dan adik, sehingga keduanya bisa
saling menjaga dalam hidup bersama dalam satu lembaga, dalam satu keluarga
besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Dalam artikel ini juga Dr. Erdi
menyajikan data tentang ketenaga kerjaan di Provinsi Kalimantan Barat. Desa
yang ada di Provinsi Kalimantan Barat ini sejumlah 1.737 desa. Sebanyak 82%
dari sejumlah desa tersebut tidak memiliki tenaga keprajaan dengan kondisi desa
yang berada jauh dari perkotaan, di kawasan hutan bahkan perbatasan. Pemerintah
Provinsi meyakini tenaga kepamong prajaan seperti lulusan dari IPDN masih
sangat dibutuhkan untuk mengisi kekosongan pada 1.425 desa yang kekurangan
tenaga kerja yang notabenenya lulusan IPDN akan siap ditempatkan dimana saja.
Bukan hanya IPDN namun sejumlah lulusan dari kampus-kampus terkemuka di
provinsi ini diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja di
perdesaan khususnya. Karena kita harus mulai membangun dan mempertahankan
daerah kita mulai dari yang terkecil dan terluar.
Lesson Learned
Dari
tulisan ini kita dapat mengambil hikmah bahwa jangan pernah merusak suatu
hubungan yang sudah lama dijalin hanya karena keegoisan. Jadikan setiap masalah
sebagai langkah awal untuk memulai yang baru. Dalam suatu lebaga pendidikan
masalah itu biasa, tinggal bagaimana kita bisa menyikapi setiap masalah untuk
bisa kita jadikan pelajaran sehingga kedepannya menjadi lebih baik. Tidak hanya
itu saja dibutuhkan pembenaan dalam suatu sistem apabila terjadi masalah yang
harus ditangani dengan perubahan, maka sebagai pendukung dari sistem ini kita
harus bisa menyesuaikan sehingga terjalinya suatu hubungan yang baik untuk
terciptanya tujuan bersama yang baik. Begitu juga dengan pandangan orang luar,
kita membutuhkan kritikan untuk bisa membangun.
Referensi
Dr.
Erdi, M.Si. 2016. Mimpi Seorang Akademisi: Dikhotomi kekerasan dan humanis di kampus
IPDN. Diakses dari https://www.academia.edu pada 10 Maret 2016 pukul 11.13
WIB.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar