Jumat, 22 April 2016

Review 1 - Mempi Seorang Akademisi: Dikhotomi Kekerasan dan Humanis di Kampus IPDN

Nama : Florence Filly Umpel
NPP : 25.1175
Kelas : A-2
Institut Pemerintahan Dalam Negeri
Kampus Kalimantan Barat

MIMPI SEORANG AKADEMISI :
DIKHOTOMI KEKERASAN DAN HUMANIS DI KAMPUS IPDN
Oleh: Dr. Erdi, M.Si

Re-telling
            Tulisan ini berjudul “Mimpi Seorang Akademisi: Dikhotomi kekerasan dan humanis di kampus IPDN” yang ditulis oleh Dr. Erdi, M.Si, dipublikasikan di www.academia.edu dan diakses pada 10 Maret 2016 pukul 11.13 WIB. Dalam artikel ini Dr. Erdi mencoba menjelaskan tentang lembaga tinggi kepamong prajaan yang telah ada di beberapa daerah yang tersebar di Nusantara guna memenuhi kebutuhan dalam tenaga kepamong prajaan. Dulunya kampus yang menyediakan tenaga pamong ini hanya berpusat di Jatinangor, Sumedang. Kini IPDN telah menyebar kesemua daerah di Indonesia (di Riau, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Papua). Keberadaan IPDN di Kalimantan Barat merupakan kebanggaan tersendiri bagi pemerintah dan masyarakat. IPDN merupakan salah satu kampus dengan model ikatan Dinas yang paling diminati oleh masyarakat pada umumnya bukan hanya di beberapa daerah tapi seantero Indonesia. Beberapa tahun terakhir penerimaan calon praja diikuti oleh puluhan ribu orang namun yang diterimakurang lebih 2500 praja. Tahun 2015 ini terjadi penurunan sejumlah calon praja disebabkan IPDN masih dianggap sebagai kampus yang tidak berkemanusiaan dikarenakan masih terdapat kekerasan dalam lingkungan pendidikan. Hal ini bisa dilihat pada November 2015, IPDN telah memberhentikn 5 orang praja yang dianggap melakukan pemukulan terhadap taruna Akademi Militer. Kasus ini memicu terjadinya penurunan sejumlah calon praja, bahkan berdampak pada pandangan masyarakat tentang IPDN. Basuki Tjahaja Purnama yang disebut Ahok sebagai Gubernur IPDN berpendapat bahwa lebih baik IPDN dibubarkan. Para pejabat IPDN pun menyikapi hal ini sebagai sebuah kesempatan untuk membenahi sistem untuk lebih baik dan membuktikan IPDN bukan kampus kekerasan. Bagi Dr. Erdi IPDN harus tetap dipertahankan sebagai lembaga tinggi kepamong prajaan. Dengan beberapa alasan yang mendukung, seperti lulusan IPDN yang nantinya jadi PNS merupakan dambaan bagi semua orang, lulusan  yang siap sedia, antara teori dan praktek berbanding lurus sehingga dapat bersaing dan memenuhi keinginan pengguna. Bukan hanya itu, fisik yang sehat merupakan penunjang karena terus di gembleng. Selanjutnya aktivitas yang diatur selama 24 jam dilakukan dibawah pengawasan pengasuh sehingga dapat membentuk kedisiplinan bagi praja. Kehidupan yang hanya didalam kampus dan asrama dengan sistem begitu ketat akan melahirkan Praja yang memiliki hati tangguh. Yang paling utama lulusan IPDN memahami dengan cukup tentang pemerintah, siap bekerja, di hormati dan siap mengabdi bagi bangsa dan tanah air. Praja yang hampir mencapai 10 ribu ini, dari begitu banyak jumlah praja hanya kurang lebih dari 5% yang melakukan tindakan indisipliner. Kelemahannya terdapat pada sistem yang susah diubah. Tulisan ini mengungkapkan berbagai permasalahan keberadaan kampus IPDN, penurunan penerimaan calon praja, pandangan masyarakat terhadap IPDN, alasan untuk tetap mempertahankan IPDN, bahkan sistem yang dijalankan dalam lembaga ini.


Tanggapan
            Dalam tulisan ini disajikan data bahwa terjadi penurunan penerimaan sejumlah calon praja IPDN. Sekolah yang merupakan lembaga tinggi kepamong prajaan ini adalah salah satu sekolah dengan ikatan dinas yang paling diminati oleh seluruh masyarakat Indonesia. Keberadaan IPDN di beberapa daerah di Indonesia (Riau, Sumatera Barat, Kalimantan Barat, NTB, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, dan Papua) adalah sebuah kebanggaan tersendiri bagi daerah-daerah tersebut. Kampus yang sebenarnya memiliki hampir 8 ribu praja ini adalah kampus yang bisa dikatakan besar, makanya sistem yang ada didalamnya yaitu kumpul, sebar, kumpul, sehingga tidak terjadi penumpukan di kampus pusat Jatinangor, Sumedang, melainkan disebar di kampus-kampus daerah tersebut. Tahun 2015 terjadi penurunan penerimaan bagi calon praja IPDN disebabkan karena adanya kasus pemukulan terhadap taruna Akademi Militer di kampus Jatinangor, yang pada saat itu sedang diadakan kunjungan taruna, dengan IPDN sebagai tuan rumah. Kejadian ini membuat 5 orang praja yang dianggap bersalah karena oleh pihak korban melaporkan bahwa telah terjadinya kasus pemukulan. Kasus ini memberikan dampak yang cukup besar bagi hubungan IPDN dengan Akademi Militer lainnya. Karena dikabarkan bahwa tidak akan ada lagi kunjungan taruna seperti itu dan juga Latsitarda bagi praja dan taruna akan ditiadakan, tapi kenyataannya tidak. Hubungan itu mulai dibangun lagi sehingga kegiatan-kegiatan yang mempertemukan praja dan taruna masih tetap dilakukan. Walaupun hal itu baik, tapi yang tidak membaik yaitu penerimaan calon praja yang tetap di kurangi. Pada tahun 2014 penerimaan praja juga diturunkan menjadi 1600 dan yang diterima 1400-an praja, dari tahun-tahun sebelumnya yaitu 2500 lebih. Namun yang membuat masyarakat kaget bukan kepalang penerimaan tahun 2015 hampir 50% dari yang sebelumnya, yaitu sejumlah 900 dan diterima hanya 700. Dari kasus pemukulan praja terhadap taruna AKMIL ini memberikan pandangan-pandangan yang berbeda bagi masyarakat Indonesia. Datang dari kepala daerah Provinsi DKI Jakarta, Ahok. Beliau berpendapat bahwa IPDN seharusnya dibubarkan. Alasan Ahok berpendapat seperti itu bukan karena kasus pemukulan tetapi karena ada oknum lulusan IPDN yang bersikap kurang baik. Namun karena bertepatan dengan kasus ini maka dikaitkan. Terlepas dari keinginan masyarakat untuk membubarkan IPDN, ada pendapat yang berbanding terbalik. Yaitu datang dari pengajar di IPDN kampus Kalimantan Barat, Dr. Erdi, M.Si, beliau menyayangkan apabila IPDN harus dibubarkan, karena bagi beliau IPDN harus dipertahankan bukan hanya karena menyediakan lulusan di bagian kepamong prajaan tapi juga karena memang layak untuk diperthankan karena memiliki sikap, mental, fisik yang baik, siap sedia, digembleng dengan sistem yang ketat, menghargai dan menghormati bahkan siap mengabdi bagi negara, bangsa dan tanah air Indonesia. Bagitu banya alasan untuk mempertahankan keeksisan IPDN sebagai lembaga tinggi kepamong prajaan di Indonesia dibandingkan dengan hanya beberapa alasan untuk membubarkan IPDN. Kesalahan yang ada saat ini bukan hanya pada lembaga, namun sistem yang dijalankan lembaga ini. Yaitu sistem pembinaan senior kepada junior yang lebih dominan. IPDN saat ini sedang berusaha untuk merubah paradigma bahwa senior harus melakukan pembinaan terhadap junior dengan kekerasan. Maka dari itu IPDN sendiri telah berusaha untuk merubah paradigm-paradigma yang berkembang sejak dulu yang mengiyakan pembinaan dengan kekerasan. Walau demikian, paradigma lembaga telah berubah tapi paradigma di kalangan praja (senior dan junior) mungkin tidak semuanya berubah. Kadang kala pada posisi senior yang pernah merasakan ketidak adilan walau dalam konteks pembinaan, ingin memberikan pembinaan yang sama atau lebih kepada juniornya. Maka keadaan untuk merubah paradigma harus dimulai dari lembaga kepada praja dan dari praja ke praja sehingga tidak akan terjadi kesalahan yang sama. Kedekatan antara tingkatan yang lebih tinggih dan lebih rendah bukan tentang senior dan junior melainkan antara kakak dan adik, sehingga keduanya bisa saling menjaga dalam hidup bersama dalam satu lembaga, dalam satu keluarga besar Institut Pemerintahan Dalam Negeri. Dalam artikel ini juga Dr. Erdi menyajikan data tentang ketenaga kerjaan di Provinsi Kalimantan Barat. Desa yang ada di Provinsi Kalimantan Barat ini sejumlah 1.737 desa. Sebanyak 82% dari sejumlah desa tersebut tidak memiliki tenaga keprajaan dengan kondisi desa yang berada jauh dari perkotaan, di kawasan hutan bahkan perbatasan. Pemerintah Provinsi meyakini tenaga kepamong prajaan seperti lulusan dari IPDN masih sangat dibutuhkan untuk mengisi kekosongan pada 1.425 desa yang kekurangan tenaga kerja yang notabenenya lulusan IPDN akan siap ditempatkan dimana saja. Bukan hanya IPDN namun sejumlah lulusan dari kampus-kampus terkemuka di provinsi ini diperlukan untuk dapat memenuhi kebutuhan akan tenaga kerja di perdesaan khususnya. Karena kita harus mulai membangun dan mempertahankan daerah kita mulai dari yang terkecil dan terluar.

Lesson Learned
Dari tulisan ini kita dapat mengambil hikmah bahwa jangan pernah merusak suatu hubungan yang sudah lama dijalin hanya karena keegoisan. Jadikan setiap masalah sebagai langkah awal untuk memulai yang baru. Dalam suatu lebaga pendidikan masalah itu biasa, tinggal bagaimana kita bisa menyikapi setiap masalah untuk bisa kita jadikan pelajaran sehingga kedepannya menjadi lebih baik. Tidak hanya itu saja dibutuhkan pembenaan dalam suatu sistem apabila terjadi masalah yang harus ditangani dengan perubahan, maka sebagai pendukung dari sistem ini kita harus bisa menyesuaikan sehingga terjalinya suatu hubungan yang baik untuk terciptanya tujuan bersama yang baik. Begitu juga dengan pandangan orang luar, kita membutuhkan kritikan untuk bisa membangun.

Referensi

Dr. Erdi, M.Si. 2016. Mimpi Seorang Akademisi: Dikhotomi kekerasan dan humanis di kampus IPDN. Diakses dari https://www.academia.edu pada 10 Maret 2016 pukul 11.13 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar